Prodi : Pendidikan Bahasa Arab
Makalah : Tarjamah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penerjemahan merupakan proses pengalihan pesan penulisan bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran. Dua bahasa yang terlibat di dalamnya tentunya
memiliki pola kalimat atau tata bahasa yang berbeda. Perbedaan tersebut
temtunya tidak menjadikan penerjemahan adalah pekerjaan yang mudah oleh seorang
penerjemah. Seorang penerjemah seharusnya memiliki kualifikasi yang baik dalam
memahami bahasa baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran. Dalam menerjemahan
sebuah teks tertulis terdapat faktor intralinguistik dan ekstralinguistik yang
harus dipahami sebelum ide dari seorang penulis dialihkan ke dalam bahasa
sasaran.
Bahasa sebagai objek penerjemahan merupakan bagian dari budaya dan oleh karena
itu penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain tidak dapat dilakukan secara
memadai, tanpa memiliki pengetahuan yang baik mengenai budaya dan struktur
kedua bahasa tersebut .(Larson 1998: 470)
Terjemah adalah suatu upaya mengalihkan
makna teks (wacana) dari bahasa sumber (lughah al-ashl) ke bahasa sasaran (al-lughah
al-mustahdafah). Atau mengalih
bahasakan
dari bahasa asal (source language, al-lughah
al-mutarjam minha) ke bahasa sasaran (target language, al-lughah
al-mutarjam ilaiha). Menurut sebagian pakar bahasa, terjemah juga dapat
berarti suatu usaha memindahkan pesan dari teks berbahasa Arab (teks sumber)
dengan padanannya kedalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran).Sebenarnya banyak
sekali definisi terjemah yang dikemukakan oleh para ahli, namun agar lebih
mudah digunakan maka setelah mempertimbangkan prinsip akomodatif kritis
transformatif, dapat didefinisikan sebagai berikut: Seni mengganti bahasa
ucapan atau tulisan dari bahasa sumber ke dalam bahasa yang dituju. Terjemah
dapat dikatakan seni, dikarenakan adanya hubungan yang sangat erat antara kedua
bahasa penerjemah. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa terjemah adalah busana
pemikiran seseorang. Apabila busana itu baik dan dipakai sesuai dengan suasana
dan keadaan, maka akan terlihat indah dan menarik.
Yang paling mendasar
dalam terjemah adalah kemampuan berpikir dan memindahkan hasil pemikiran ke
dalam ungkapan yang baik.
Asas tarjamah Jika dalam insya’(mengarang)
terdapat dua pilar (ekspresi)
penulis dan tafkir (upaya berpikir secara
kreatif dan kritis), maka dalam terjemah juga terdapat dua unsur mendasar yakni
memahami dan menyusun ide-ide sehingga mengerti maksud pengarang. Intinya,
bukan hanya mengalih bahasakan
semata, namun kemampuan dan ketrampilan mengikat makna, sehingga merupakan
kemenyeluruhan dan keutuhan ide penulis. Di sinilah, penerjemah perlu lebih jeli
menangkap pemikiran dan maksud-maksud
dari penulis. Dibandingkan dengan
mengarang
(insya’), maka proses penerjemahan sebenarnya lebih sulit dan memerlukan usaha
lebih teliti dari penulis itu sendiri. Hal itu dikarenakan penerjemah terbatas
pada upaya memahami pemikiran penulis, sedangkan penulis lebih bebas mengemas,
memilih dan mengekspresikan pikirannya ke dalam tulisan baik dari diksi kata
maupun struktur kalimat (uslub) nya. Berdasar pada kondisi di atas, maka
penerjemahan selalu rawan terjadi kesalahan, terlebih lebih, jika penerjemah
kurang memahami alur pikir penulis, dan tidak membekali diri dengan ilmu bantu
yang mencukupi, serta tidak memahami disiplin ilmu yang sedang diterjemahkan. Maka dalam makalah inipun kita akan sedikit mencoba
membahas terkait Unsur-unsur ilmu menerjemah Dan Asumsi – asumsi dalam
penejemahan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur-unsur dalam menerjemah ?
2. Apa saja asumsi-asumsi dalam penerjemahan ?
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Unsur pokok
Tarjamah. Dalam proses
penerjemahan, seorang penerjemah perlu memperhatikan beberapa unsur pokok dalam
menerjemahkan yaitu:
1.
Aspek bahasa Penguasaan kamus bahasa, kemampuan memilah dan memilih
diksi bahasa baik dari arti kosa kata maupun struktur kalimat. Yang tidak kalah
pentingnya adalah memahami arti kata baik secara leksikal, tekstual dan
konotatif/denotatif.
2.
Ilmussorfi, Sorof
Kemampuan memahami ilmu sorof dan perubahan tasrif serta memahjami fungsi
penambahan huruf baik untuk transitif (ta’diyah) menerima akibat (mutawa’ah)
maupun saling berbalasan (musyarakah). Di samping itu ketrampilan
penerjemah dalam dua macam tasrif. Terambil dalam
dua macam tasrif itu sangat strategis dalam terjemah. Hal itu bagaikan hafal
perkalian dasar dalam ilmu berhitung/matematika. dalam
proses penerjemahan. Sebab jika salah akibatnya akan sangat fatal. Bandingkan: jalasa dengan ajlasa. Fataha dengan infataha,. Dan seterusnya.
3.
Nahwu. Aspek yang tidak mungkin ditinggalkan oleh penerjemah adalah
nahwu. Dalam konteks terjemah, kemampuan nahwu di sini bukan hanya sekadar
teoritis tapi kompetensi praktis empiris. Penerjemah harus mempu membedakan
perbedaan I’rab secara konkrit akurat, apakah itu fa`il, maf`ul, ma`lum
majhul, mudhaf, atau man’ut, bentuk kalimat ta’ajjub atau istifham
dan seterusnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Abdul Qahir alJurjani: semua kata
itu tertutup oleh artinya sendiri, sehingga pemahaman I’rablah yang
membukakannya. Sorof memproduksi kata-kata untuk direkayasa oleh nahwu sehingga
menghasilkan makna yang indah.
4.
Balaghah. Dalam terjemah, balaghah merupakan aspek penting yang
tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan alat untuk mengenali rasa bahasa
dengan sensitifitas yang tinggi, agar penerjemah mampu membedakan arti yang
tersirat dari pada hanya arti lahiriyahnya.[1]
B.
Unsur ilmu penerjemahan
Dalam bidang
ilmu linguistic, penerjemahan biasanya dikelompokan ke dalam bidang linguistic
terapan,
karena berbagai teori yang telah dirumuskan dalam linguistic teoritis
diterapkan pada bidang penerjemahan. Linguistic teoritis berfungsi sebagai
pengembang dan dan pemerkaya teori penerjemahan.
Namun,
penerjemahan pun dapat pula dikelompokan ke dalam linguistic interdisipliner,
karena di dalam penerjemahan itu dibicarakan berbagai disiplin ilmu yang
merupakan amanat dari sebuah nas. Amanat itu sendiri merupakan salah satu unsur
pokok yang terlibat dalam proses penerjemahan. Jika seseorang menerjemahkan
buku tentang ketasaufan, niscahya dia perlu membekali dirinya dengan
ketasaufan, terutama disini yang berkaitan dengan topic yang dibahas dalam nas
itu. Demikian pula dengan nas tentang bidang-bidang ilmu lainya yang perlu
dikuasai oleh penerjemah sebagai bagian yang terkait dengan penerjemahan.
Linguistic
terapan atau linguistic interdisipliner ini merupakan suatu disiplin ilmu
karena dapat memenuhi syarat-syarat keilmiahan, yaitu bahwa ilmu dikembangkan
dengan metode ilmiah yang diakui kesahihanya dikalangan para ahli bahasa secara
obyektif. Teori menerjemah yang berhasil dirumuskan juga dapat menjelasakan
masalah-masalah penerjemahan serta mengendalikan masalah tersebut.
Disiplin ilmu
terjemah ini terbagi dalam tiga bidang : teori terjemah, kritik atau evaluasi
terjemahan, dan pengajaran menerjemah. Dewasa ini tengah berkembang pula satu
bidang lainya, yaitu penerjemhan dengan mesin atau computer. Tugas teori
terjemah ialah
(1) Mengidentifikasi
dan mendefinisikan masalah-masalah penerjemahan,
(2) Menunjukan
factor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memecahkan masalah tersebut, (3)
Menyeimbangkan prosedur penerjemahan yang dapat diterapkan, dan
Karena itu, teori
penerjemahan yang berguna ialah yang tumbuh dari masalah-masalah yang muncul
dari praktik penerjemahan. Tidak ada praktik berarti tidak ada penerjemahan (Newmark,
1988:9-10).
Unsur teori
sangatlah penting bgi penerjemah yang berkedudukan sebagai mediator antara
penulis dan pembaca. Dia bertugas mengungkapkan ide penulis kepada para pembaca
dengan bahasa penerima yang ekuiavalen dengan bahasa sumber. Pengungkapan ide
orang lain itu lebih sulit daripada mengungkapkan ide sendiri . kesulitan itu
menjadi bertambah karena perbedaan bahasa, budaya, dan konteks serta konteks
sosiologis antara penulis dan pembaca. Tugas penerjemah adalah menghilngakn
kendala tersebut dengan menggonakan metode dan prosdur penerjemahan. Kadua hal
itu menjadi garapan utama teori terjemah.[3]
Selanjutnya hasil
pekerjaan penerjemah dinikmati oleh para pembaca. Pembacalah yang menentukan
kualitas terjemahan. Pembaca dapat dikategorikan kedalam dua kelompok : pembaca
ahli yang berperan sebagai kritikus dan pembaca umum yang memberikan tanggapan
atas terjemahan yang dibacanya. Kritik yang diberikan oleh pembaca ahli
didasarkan atas teknik evaluasi tentang keterbacaan nas. Teknik evaluasi
penampilan nas, dan tanggapan pembaca dibicarakan dalam satu bidang
penerjemahan yang disebut kritik atau evaluasi penerjemahan.
Penerjemah yang
menguasai teori dan pengalaman akan mengahsilkan
terjemahan
yang berkualitas, yaitu yang sudah dapat difahami. Agar kondisi demikian mudah
dapat dicapai, diperlukan suatu lembaga pendidikan formal yang menguapayakan
pendidikan penerjemahan. Maka pendidikan penerjemah merupakan bidang ketiga
dari penerjemahan yang yang membicarakan tujuan pendidikan atau pengajaran,
kurikulum, materi, evaluasi, dan kegiatan belajar mengajar lainya.[4]
Agar hasil terjemahan
lebih berbobot, menyentuh dan berkualitas, maka penerjemah perlu mengetahui
hal-hal berikut:
a.
Latar belakang topik. Merupakan pengetahuan yang sama atau erat
hubungannya dengan masalah topik yang diterjemahkan. Seorang ahli bahasa Inggris
lebih menerjemahkan buku bahasa Inggris tentang kedokteran dari pada ahli
bahasa Inggris tapi awam terhadap dunia kedokteran.
b.
Konteks, merupakan bagian dari suatu uraian kalimat yang dapat
menambah kejelasan makna kata dalam suatu teks. Konteks adalah faktor penting
dalam setiap proses penerjemahan, karena konteks mempunyai prioritas yang
mengalahkan bahasa teori dan makna utama dari suatu kata.
c.
Konotasi, adalah pertautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada
seseorang ketika berhadapan dengan suatu kata. Ini erat sekali dengan al-zauq
al-lughawi(rasa bahasa)
masing-masing orang. Maka terjemah
harus memiliki ketiga aspek non bahasa di atas. Di samping itu terjemah harus
memiliki faktor-faktor penunjang lainnya, misalnya, ia harus konkret, tegas,
jelas dan populer. Sehingga hasil terjemahan tersebut mudah dibaca dan dipahami
oleh pembaca pada tingkatannya. Pemenuhan aspek-aspek itu mulai dari kosa kata,
bentuk kata, struktur kalimat, jabatan kata maupun ide, gagasan dan
pikiran dari penulis naskah sumber.
d.
Instrumen
Tarjamah Merupakan hal mendasar agar penerjemahan dapat
dilakukan dengan cermat dan tepat akurat, maka dibutuhkan penguasaan
pengetahuan baik dari aspek bahasa maupun non bahasa, di antaranya:[5]
·
.Menguasai dua bahasa. Diperlukan bagi penerjemah penguasaan bahasa
target lebih banyak dari pada penguasaannya terhadap bahasa sumber. Contoh,
jika akan menerjemahkan naskah dari bahasa Arab ke Indonesia, maka penguasaan
terhadap bahasa Indonesia harus lebih luas dan kaya perspektif dengan
memperhatikan keempat unsur pokok terjemah di atas; aspek nahwu, sorof, kamus
bahasa dan balaghah.
·
Menguasai karakteristik dua bahasa (bahasa sumber dan bahasa
sasaran).
·
Pengetahuan yang luas dengan beberapa pendekatan yang lazim
digunakan oleh ahli bahasa.
Kualifikasi
atau Syarat-syarat Menerjemah Mengingat
lingkup dan cakupan terjemah yang tidak sederhana, maka diperlukan prasyarat
penerjemah agar hasil terjemahannya baik dan
tidak bias, diperlukan beberapa syarat penerjemah, di antaranya:
1. Terpercaya dan
dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan alih bahasa dan tidak melakukan
penyimpangan makna.
2. Menguasai
dengan baik bahasa sumber dan bahasa sasaran secara seimbang.
3. Memahami obyek
kajian yang sedang diterjemahkan dengan menguasai istilah-istilah khusus dalam berbagai
obyeknya berikut kosa katanya.
4. Jika,
diperlukan, penerjemah harus mengetahui latar belakang penulis dan spesialisasi
bidang yang dikuasainya.
5. Memahami kultur
bahasa sumber. Bahkan ada
mensyaratkan seorang penerjemah harus mempunyai kompetensidan keistimewaan yang
menonjol agar menguasai bidangnya dan trampil mengekspresikan tautan makna yang
terkandung dalam bahasa sumbernya.
Teknik Terjamah
agar proses penerjemahan lebih baik,
terdapat tiga tahapan teknik penerjemahan:
a.
Sebelum memulai
menerjemahkan, ia harus membaca teks bahasa sumber secara benar dengan
melakukan analisa kata dan kalimat dari berbagai sisi baik sighah,
struktur, pola, i’rab maupun ragam makna sesuai dengan konteks
kalimatnya.
b. Menguasai dan
memahami alur pikir penulis guna menghasilkan pemahaman yang komprehensif dan
mengutuh.[6]
Seorang
penerjemah harus menghindari penerjemahan secara parsial, sepotong-potong atau
bahkan meninggalkan potongan kata yang tidak ia pahami.
c. Mengalihkan
pemikiran penulis ke bahasa target dengan cermat dan tepat, dibarengi dengan
ungkapan pemilihan diksi yang benar dan bahasa yang berna .Penerjemah
mengulang-ulang wacana dan membaginya
kepada satuan terjemahan dengan mengklasifikasikannya menurut kandungan
struktur kalimat dan keselarasan hubungannya. Demikianlah,
beberapa aspek penting dalam proses
penerjemahan. Tanpa penerapan aspek-aspek ini, hasil terjemahan akan kacau,
terlalu kental bercorak bahasa sumber, dan tentunya sulit untuk dipahami karena
ia mereduksi pemahaman teks asli serta memperkosa bahasa sasaran.
C.
Asumsi
dalam penerjamahan
Dalam bidang ilmu dikenal asumsi asumsi yang dijadikan pedoman dan
arah oleh orang – orang yang melakukan aneka kegiatan yang ilmiah pada bidang
tersebut. Dalam bidang terjemahan pun dikenal asumsi-asumsi yang meruapakan
cara kerja, pengalaman, keyakinan, dan pendekatan yang dianut oleh para
peneliti, praktisi , dan pengakar dalam melaksanakan berbagai kegiatanya.
Bahkan, penerjemah yang belum memliki latar belakang pendidikan formal pun,
tetapi dibesarkan oelh pengalamanya memilii prinsip dan cara-cara yang
digunakan untuk mengatasu masalah penerjamahan yang dihadapinya.
Sebagai sebuah asumsi pernyataan-pernyataan
berikut ini terbuka untuk di kritik dan dibantah karena dianggap belum terpuji
keandalanya sebagai sebuah prinsip atau teori. Disamping itu asumsi ini pun
tidak bersifat unifersal. Mungkin saja sebuah asumsi dapat di terapkan dalam
menejmahkan dalam nas tertentu, tetapi tidak mungkin diterapkan dalam nas lain.
[7]
Diantara asumsi yang berlaku dalam kegiatan penerjemahan baik pada
bidang teori, praktek, pengajaran, maupun evalusi penerjemahan adalah sebagai
berikut.
a.
Penerjemahan
merupakan kegiatan yang kompleks. Artinya bidang ini menunutu bidang penerjemah yang bersifat multidisipliner
yaitu kemampuan dalam bidang teori menerjemah, penguasan bahasa sumber dan
bahasa penerima.
b. Budaya
suatu bangsa berbeda dengan bangsa yaang lain. Maka bahasa suatubangsapunberbeda
dengan yang lainya. Karena itu, pencarian ekuivalensi antara keduanya merupakan
kegiatan utama yang dilakukan oleh seorang penerjemah.
c. Penerjemah berkedudukan sebagai komunikator antara pengarang dan
pembaca. Dia sebagai pembaca yang menyelami makna dan maksud narasumber, dan
sebagai penulis yang menyampaikan pemahamanya kepada orang lain melalui sarana
bahasa supaya orang lain itu memahaminya. Penerjemahan berada pada titik
pertemuan, dengan demikian penerjemah berpedoman pada pemakaian bahasa yang
kounikatif.
d. Terjemah
yang baik adalah terjemah yang bena, jelas, dan wajar. Benar artinya makna yang
terdapat dalam terjemahan adalah sama dengan makna pada nas sumber. Jelas
berarti terjemahan itu mudah dipahami. Wajar berarti terjemahan itu tidak
terasa sebagai terjemahan dan bahasanya mengalir secara alamiah.
e. Terjemahan
bersifat otonom. Artinya terjemahan hendaknya dapat mengantikan nas sumber atau
nas terjemahan itu memberikan pengaruh yang sama kepada pebaca seperti pengaruh
yang ditimbulkan nas sumber
f. Penerjemah
dituntut untuk menguasai pokok bahasan, pengetahuan tentang bahasa sumber. Dan
pengetahuan
tentang bahasa penerima. Disamping itu diapun di
tuntut untuk bersikap jujur dan berpegang pada landasan hukum.
g. Pengajaran
menerjemah dituntut untuk mengikuti landasan teoritis penerjemahan dan kritik
terjemah.[8]
BAB III
KESIMPULAN
-
Unsur
pokok dalam menerjemahkan yaitu:
-Aspek bahasa Penguasaan kamus bahasa, kemampuan memilah dan
memilih diksi bahasa baik dari arti kosa kata maupun struktur kalimat. Yang
tidak kalah pentingnya adalah memahami arti kata baik secara leksikal, tekstual
dan konotatif/denotatif.
-Ilmussorfi, Sorof
Kemampuan memahami ilmu sorof dan perubahan tasrif serta memahjami fungsi
penambahan huruf baik untuk transitif (ta’diyah) menerima akibat (mutawa’ah)
maupun saling berbalasan (musyarakah).
-Nahwu.
Aspek yang tidak mungkin ditinggalkan oleh penerjemah adalah
nahwu. Dalam konteks terjemah, kemampuan nahwu di sini bukan hanya sekadar
teoritis tapi kompetensi praktis empiris.
-Balaghah. Dalam terjemah, balaghah merupakan aspek penting yang
tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan alat untuk mengenali rasa bahasa
dengan sensitifitas yang tinggi, agar penerjemah mampu membedakan arti yang
tersirat dari pada hanya arti lahiriyahnya.
-
Asumsi asumsi yang dijadikan pedoman Dalam bidang terjemahan pun dikenal
asumsi-asumsi yang meruapakan cara kerja, pengalaman, keyakinan, dan pendekatan
yang dianut oleh para peneliti, praktisi , dan pengakar dalam melaksanakan
berbagai kegiatanya. Bahkan, penerjemah yang belum memliki latar belakang
pendidikan formal pun, tetapi dibesarkan oelh pengalamanya memilii prinsip dan
cara-cara yang digunakan untuk mengatasu masalah penerjamahan yang dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
‘Alim az-Zarqani, Manâhilul ‘Irfân. (2003) Juz 2.
Mujahid, A.K. (20013). Ad-Dilalah Al-Lughawiyah ‘Indal ‘Arab. ‘Amman: Dar ad-Dhiya`.
Syihabuddin
(2001). Teori dan Praktik Penerjemahan
Arab Indonesia.
Utsman
Amin.(1994) Falsafatullughah al-’Arabiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar