Jumat, 23 September 2016

(BALAGHOH)METAFORA DALAM AL-QUR’AN (Studi Analisis Tasybih, Majaz, Kinayah dalam Juz 20)




Nama
Muhaifin Agus Sulthoni
Kelas
TA.B
NIM
210513041
No. HP
085785611848
Tanggal
3 Januari 2016

METAFORA DALAM AL-QUR’AN
(Studi Analisis Tasybih, Majaz, Kinayah dalam Juz 20)

A.    URGENSI PEMAHAMAN BALAGHAH UNTUK MEMAHAMI ALQUR’AN
Secara ilmiah, balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang berlandaskan pada kejernihan jiwa dan ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar di antara macam-macam uslub (ungkapan). Kebiasaan mengkaji balaghah merupakan modal pokok dalam membentuk tabiat kesastraan dan menggiatkan kembali beberapa bakat yang terpendam.[1]
Salah satunya mengenai kinayah. Kinayah merupakan aspek kajian yang masuk dalam beberapa displin ilmu, seperti fiqh, dan ilmu balaghoh. Kinayah juga merupakan dalam ilmu Balaghoh, khususnya ilmu Bayan. Kinayah merupakan istilah yang terkait dengan perubahan makna. Kinayah terkait dengan pergeseran suatu kata dari makna haqiqi(denotatif) kepada makna majazi (konotatif).
Kata Kinayah (كناية) merupakan bentuk mashdar dari kata kerja كنى – يكنى – كناية Secara etimologi, dalam kamus Lisanul 'Arob dijelaskan arti dari Kinayah sebagai berikut والكناية أَن تتكلم بشيء وتريد غيره . Kinayah adalah apabila engkau mengatakan sesuatu hal namun yang kau maksud adalah makna yang berbeda dengan ungkapan tersebut.2 Adapun menurut Ahmad Al-Hasyimi dalam Jawahirul Balaghoh, kianayah menurut bahasa adalah ما يتكلم به الانسان ويريد به غيره suatu perkataan yang diucapkan oleh seseorangakan tetapi maksudnya berbeda dengan teks yang diucapkannya ). Dalam ungkapan bahasa Arab biasa diucapkan كنيت بكذا"" ketika bermaksud meninggalkan ungkapan yang sharih / jelas dari ucapan tersebut.[2]
B.     DATA JUZ 20 YANG MENGANDUNG UNSUR TASYBIH, MAJAZ, DAN KINAYAH

·         Qs. Ash-Shu`ara 216
Bunyi ayat
Tarjamah
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”


a.      Jenis Metaforis
Ayat diatas terdapat kata ضَامِرٍ yang artinya unta kurus. Pada potongan ayat ini terdapat isti’arah mujarrodah yang mana makna unta yang kurus tidak diartikan sebagaimana maksud aslinya, namun unta yang kurus dimaknai sebagai orang jauh dan sukarnya perjalanan yang harus ditempuh oleh jamaah haji. Maka musyabah daripada unta yang kurus yakni makna diatas, kemudian keterangan tambahan untuk musyabahnya ialah dengan keterangan selanjutnya “yang datang dari segenap penjuru jauh”ini menambah keterangan atas orang yang berangkat haji dengan menggunakan unta yang kurus untuk menempuh perjalanan yang sangat jauh

b.      Alasan Kewacanaan Penggunaan Ayat Metaforis
“dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji” yaitu yang menyeru manusia untuk berhaji serta mengajak mereka untuk haji kerumah yang telah kami perintahkan untuk membangunnya.[3] Ayat diatas menjelaskan kepada kita tentang perintah untuk menyeru kepada seluruh manusia untuk menjalankan salah satu rukun iman yakni ibadah Haji.
“niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” mengandung janji Allah SWT kepada Nabi Ibrahim as bahwa segenap manusia dari segala penjuru dunia akan datang berhaji menuju Baitullah, mereka berjalan kaki ataupun berkendaraan.[4] Adapun firmannya يَأْتُوكَ (mendatangimu), walaupun kenyataanya mereka mendatangi kakbah, akan tetapi karena diperintah untuk menyerukan adalah Ibrahim as, maka seolah-olah orang yang mendatangi kakbah untuk melakukan ibadah Hajji telah mendatangi Nabi Ibrahim as, karena ia telah menyambut seruannya tersebut. Ayat ini juga mengandung unsur pemuliaan terhadap Nabi Ibrahim as.

c.       Aspek estetika dalam ayat Metaforis
Kata ضَامِرٍ yang artinya unta yang kurus hanya disebutkan satu kali dalam al-Qur’an yakni pada ayat ini saja. Kata ضَامِرٍ masuk dalam jenis kata benda pelaku aktif dari suatu perbuatan, yang dicirikan dengan adanya tambahan alif panjang dihuruf pertama. Dalam tata bahasa arab, kata benda pelaku aktif ini sering disebut dengan isim maf’ul. Selain itu penjelasan tentang kondisi perjalanan jamaah haji dapat dilihat adanya tingkatan. Yakni pertama dengan berjalan kaki kemudian mengendarai kendaraan yang dalam ayat diatas disebutkan untu. Imam Malik dan Iman Syafi’i berpendapat bahwa: pergi menunaikan ibadah Haji dengan menggunakan kendaraan melalui perjalanan darat itu lebih baik dan lebih besar pahalanya, karena cara yang demikian itu mengikuti perbuatan Rasulullah. Dengan cara yang demikian diperlukan perbelanjaan yang banyak, menempuh perjalanan yang sukar serta menambah syiar ibdaha hajji, terutama di waktu melalui negara-negara yang ditempuh selama dalam perjalanan. Sebagian ulama berpendapat bahwa berjalan kaki lebih utama dari berkendaraan, karena berjalan kaki lebih banyak ditemui kesulitan-kesulitan daripada dengan berkendaraan. Inilah keidnahan dalam ayat ini yang kemudian muncul beberapa tafsiran yang berbeda menurut pandangan ulama.
·         An-Naml QS 48 (المجاز التمثيل)
Bunyi Ayat
Tarjamah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّواْ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.

1.      Jenis Metafora
Qs. An-Naml ayat 48 adalah salah satu ayat yang berisi Allah melarang menjadikan musuh – musuh agama sebagai kekasih. Allah memperingatkan bahwa orang yang mengambil musuh agama kekasih, maka ia akan mendapatkan kemudharatan di dunia dan diakhirat. [5]
Dalam struktur tersebut disebutkan kata “’addhu ‘alaikumul anaamila”, Ibnu Hayyan berkata: orang yang marah dan kesal dengan diungkapkan dengan orang yang menggigit jari-jarinya. Bisa jadi kenyataannya demikian, dan bisa jadi pula itu adalah majaz Tamsili , untuk mengungkapkan kebencian dan kekesalan yang luar biasa jika mereka tidak bisa menyakiti orang beriman. [6]

2.      Alasan Kewacanaan Penggunaan Ayat Metaforis
Allah menjelaskan kebencian mereka terhadap orang – orang mukmin, firmanNya: “Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu,” maksudnya, beginilah kalian, wahai orang-orang yang beriman. Kalian keliru karena telah mengambil mereka sebagai wali-wali (kekasih-kekasih). Kalian mencintai mereka, padahal mereka tidak mencintai kalian. Kalian memberikan manfaat kepada mereka, memberikan rasa cinta kepada mereka, padahal mereka ingin agar kalian celaka. Namun hal itu mereka sembunyikan dari kalian.
“Dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya,”  dan kalian beriman kepada kitab – kitab yang diturunkan semuanya. Kendati demikian mereka benci kepada kalian. Maka apa gunanya kecintaan kalian terhadap mereka, sedangkan mereka tidak beriman sedikitpun kepada kitab kalian.
“apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “kami beriman”, ini diantara kelicikan mereka, yaitu menampakkan keimanan penuh kemunafikan. “dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu,” jika kalian tidak ada ditempat-tempat berkumpulnya mereka, maka mereka menggigit ujung jari mereka sebagai amarah yang nyata, karena mereka melihat kesolidan dari kalian. Ini adalah kinayah (metonimi) dari kebencian mereka yang luar biasa, karena mereka kehilangan kesempatan menyakiti orang mukmin.
“katakanlah (kepada mereka ) : matilah kamu karena kemarahanmu itu” ini adalah harapan untuk mereka, bermakna : katakanlah wahai Muhammad kepada mereka, “ semoga Allah membuat kekal kemarahan hingga ajalmu tiba”. “ sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati,” sesungguhnya Allah mengetahui rahasia – rahasia yang kalian sembunyikan, yaitu kemarahan dengki kepada orang-orang mukmin. [7]

3.      Aspek Estetika dalam Ayat Metaforis
Jangan sampai kita sebagai orang mukmin salah dalam memilih kekasih. Dan salah dalam memilih Syekh dalam bimbingan keagamaan. Karena orang yang menganggap dirinya hebat ingin dijadikan seorang wali, sesungguhnya mereka adalah orang yang ingin menghancurkan orang – orang mukmin.
·         Qs. An-Naml : 34
Bunyi ayat
Tarjamah
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.”

a.      Jenis Metafora
Ayat ini adalah salah satu ayat yang berisi tentang perumpamaan orang yang berinfak dijalan Allah dengan mengharap keridhaannya.  Perumpamaan ini disampaikan dalam bentuk kias dalam struktur.
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi
Dalam struktur tersebut disebutkan kata “rabwah”. Hal ini jelas tidak mengacu pada makna langsung yaitu gunung kecil atau bukit[8]. Karena manusia adalah makhluk hidup, bukan benda mati seperti bukit. Ayat termasuk dalam golongan ayat tasybih karena telah memenuhi keempat syarat tasybih, yakni terdapat musyabbah, musyabbah bih, wajhu syabah serta adat tasybih. Lafal  الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ adalah musyabah atau yang diserupakan atau disamakan; lafal رَبْوَةٍ adalah musyabah bih artinya yang menyerupai; lafal أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ  adalah wajhu syabah artinya aspek penyerupaan; lafal كَمَثَلِ adalah adat tasybih atau perabot untuk menyerupakan.[9]

b.      Alasan Kewacanaan Penggunaan Ayat Metaforis
Ayat ini membicarakan tentang topik perumpamaan orang-orang yang berinfak dijalan Allah. Dalam penjelasan diatas juga telah dijelaskan posisi rukun-rukun tasybih, namun terdapat pengkhususan dalam musyabahnya. Menurut   yang diperumpamakan bukanlah orang yang berinfak semata melainkan hati yang beriman yang dimiliki oleh orang yang berinfak. Apabila hati yang keras dan dibungkus degan riya diumpamakan dengan batu yang keras dan mengkilap yang ditutupi sejumput tanah, maka hati yang beriman diumpamakan dengan kebun yang subur dengan tanahnya yang dalam, yang merupakan kebalikan dari tanah yang sedikit yang terletak diatas batu yang keras dan licin.[10]
Di sini al-Qur'ân menggunakan kata "rabwah" yang dalam bahasa Arab berarti 'tanah subur yang berada di dataran tinggi'. Dalam penemuan ilmiah modern dataran tinggi atau gunung kecil selalu memiliki lahan yang subur dan mudah untuk dapat ditanami berbagai macam tumbuhan yang dapat hidup. Tanah yang begitu produktif sehingga dapat memberikan banyak manfaat bagi manusia khususnya. Jika kembali menengok akhir ayat diatas dijelaskan jika hujan lebat mendera maka hasilnya begitu melimpah ruah, dan sekalipun hujan lebat tak datang tetap saja tanah itu memberikan manfaat yang banyak. Dengan hujan lebat itu, kebun tersebut tidak akan pernah kering dan gersang, karena meskipun kebun itu tidak mendapatkan curahan hujan lebat, ia mendapatkan percikan gerimis, dan air gerimis itu pun sudah cukup memadai.[11]

c.       Aspek estetika dalam ayat Metaforis
Ayat diatas sangat menunjang perkembangan keilmuan dimasa setelah ayat ini diturunkan. Jika melihat bagaimana kondisi geografis di mana ayat ini diturunkan mungkin tidak banyak orang yang mengetahui bagaimana gambarang bukit atau dataran tinggi yang digambarkan dalam Al-Qur’an. Berbeda dengan kondisi geografis di Indonesia yag begitu kaya akan gunung-gunug dan begitu suburnya tumbuh-tumbuhan didalamnya sehingga perumpamaan daripada ayat diatas memberikan dorongan untuk menggali lebih dalam unsur yang ada di gunung. inilah sedikit gambaran bahwa Al-Qur’an diperuntukkan bagi seluruh manusia di dunia dan sebagai pedoman hidup manusia selamanya.

·         Qs. Ibrohim : 24
Bunyi ayat
Tarjamah
ألَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”


a.      Jenis Metafora
Pada surat Ibrahim ayat 24 terdapat potongan ayat tasybih yakni tasybih ma’qul dan ma’qul pada lafal كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ hal ini dapat diketahui dengan memilahnya pada rukun-rukun tasybih yakni: terdapat musyabbah, musyabbah bih, wajhu syabah serta adat tasybih. Lafal  كَلِمَةً طَيِّبَةً adalah musyabah atau yang diserupakan atau disamakan; lafalشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ  adalah musyabah bih artinya yang menyerupai; lafal أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ adalah wajhu syabah artinya aspek penyerupaan; lafal كَ adalah adat tasybih atau perabot untuk menyerupakan.[12]
Pada lafal كَلِمَةً طَيِّبَةً jika dilihat dari sisi ada tidaknya penjelasannya maka tergolong pada isti’arah muthlaqah karena tidak adanya penjelasan sama sekali pada musyabahnya. Lafal كَلِمَةً طَيِّبَةً dipinjam untuk menggantikan kalimat syahadat. Sebagaimana menurut Ali Bin Abi Thalib dalam Tafsir Ibnu Katsir[13] bahwa مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً “perumpamaan kalimat yang baik” ia mengatakan “yaitu kalimat syahadat Laa ilaaha illallah”.

b.      Alasan Kewacanaan Penggunaan Ayat Metaforis
Surat Ibrahim ayat 24 disajikan dengan awalan berbentuk pertanyaan. Yang mana ini menuntut pengetahuan atau perhatian ummat dalam mencermati segala perumpamaan perumpamaan yang telah dibuat oleh Allah. Terdapat potongan ayat ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا, potongan ini tidak dapat diartikan kata perkata, karena akan memiliki arti yang berbeda. Namun menurut Attabik Ali[14] dalam dalam kamusnya bahwa potongan ayat diatas bermakna “Allah telah membuat perumpamaan”.
Kemudian mengenai pohon yang dimaksud dalam ayat ini dijelaskan dalam sebuah hadis dalam tafsir Ibnu Katsir[15] yang menceritakan bahwa Rasulullah pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya tentang pohon yang menyerupai muslim yang daunnya tidak berjatuhan pada musin panas dan musin dingin dan memberikan buah setiap saat atas izin Rabb-Nya. Tetapi semuanya diam dan hanya ibnu Umar yang terdetik dalam hatinya bahwa itu adalah pohon kurma.
Hal ini semakin jelas bahwa seorang muslim yang meneguhkan kalimat syahadat dalam hatinya demi keimanan yang teguh diperumpamakan bagaikan pohon kurma yang tetap teguh (tidak gugur pun daunnya pada setiap musim dan dapat memberikan buah (manfaat) setiap saat selama Tuhannya mengkehendaki.

c.       Aspek estetika dalam ayat Metaforis
Kelompok ayat ini berikatan dari ayat 24 hingga ayat 26 yang disajikan dengan awalan kalimat tanya kemudian terdapat penegasan-penegasan Allah banyak memberikan perumpamaan kepada kita agar kita mudah untuk mengingat hal-hal penting yang diperintahkan Allah. Kelompok ayat ini menampakkan keindahannya degan kehalusan bahasa yang digunakan dengan memperumpamakan kalimat syahadat dengan kalimat yang baik sedangkan pada ayat 26[16] kalimat yang buruk adalah perumpamaan daripada orang-orang kafir yang bagaikan pohon yang buruk yang telah dicabut akarnya dan tidak dapat berdiri tegak, tidak memiliki pendirian yang kukuh.

·         Qs. An- Naml : 41
Bunyi ayat
Tarjamah
وَوَهَبْنَا لَهُم مِّن رَّحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا
“Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.”

a.      Jenis Metafora
Pada ayat diatas terdapat kata لِسَانَ yang memiliki arti lidah, perkataan atau bahasa.[17] Sedangkan dalam pengertian yang lain kata tersebut bermakna buah tutur sebagaimana terjemahan diatas. Buah tutur merupakan suatu frasa yang dapat difahami dengan makna lain yakni bahan pembicaraan atau sesuatu yang nikmat diperbincangkan. Namun kata ini menuntuk kelaziman penggunanannya memiliki maksud yang berbeda. Maksud dari kata لِسَانَ yang bermakna buah tutur itu menurut Qurais Shihab yakni kenangan abadi yang baik lagi tinggi sehingga semua pihak hormat dan mengagungkan beliau dan anak cucunya.[18] Inilah yang menjadi dasar bahwa ayat diatas termasuk dalam kategori kinayah yang mana kinayah adalah  لفظ يتكلم به لإنسان ويريد غيره artinya lafal yang biasa digunakan orang berbicara dan mempunyai maksud yang lain.[19] Buah tutur sebagai kata yang lazim digunakan berbicara sedangkan maksudnya ialah kenangan daripada Nabi Ibrahim

b.      Alasan Kewacanaan penggunaan Ayat Metaforis
Kelompok ayat ini ialah  yang lagi-lagi berbentuk narasi cerita tentang Nabi Ibrahim mengenai Anugerah yang diberikan oleh Allah berupa keturunannya yang diangkat Nabi oleh Allah SWT. Ialah Ishaq putra Ibrahim serta Ya’qub putera Ishaq atau cucu daripada Ibrahim. Sehingga pantaslah Nabi Ibrahim diberi julukan sebagai bapaknya para Nabi (Abbul Anbiya’). Dan dengan hadirnya mereka berdua ialah sebagai rahmat Allah yang dengan garis keturunan itu menjadi buah tutu yang baik lagi tinggi. Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas: “Yaitu pujian yang baik”.[20] Mereka berdua merupakan hal yang patut dipuji karena begitu hebatnya Nabi Ibrahim membina keluarganya hingga kedua keturunannya itu dipercaya Allah untuk diangkat sebagai Nabi.
Ibrahim as adalah tokoh istimewa yang dihormati oleh semua pemeluk agama. Beliau memperoleh anugerah Allah mencakup anugerah duniawi dan ukhrawi, antara lain kenabian dan bimbingan keagamaan, keturunan yang saleh serta nama baik sepanjang masa.[21] Sehingga sangatlah pantas segala anugerah yang diberikan kepada Nabi Ibrahim dijadikan Oleh Allah SWT sebagai buah tutur atau kenangan yang dapat diambil Ibrohnya bagi seluruh umat khususnya umat Islam.

c.       Aspek estetika dalam Ayat Metaforis
Ayat ini merupakan salah satu bagian dari sekian ayat-ayat dalam surat maryam yang semenjak dari awal selalu saja disajikan dengan menceritakan kisah-kisah kaum terdahulu kondisi Nabi terdahulu. Sehingga jika membaca surat ini dari awal sejak akhir seakan-akan mengulang lagi kisah-kisah yang dapat kita petik banyak sekali manfaat serat teladan. Beberapa yang dikisahkan dalam surat ini diantaranya ialah kisah tentang Nabi Zakaria, kisah Maryam dengan kelahiran Nabi Isa hingga Nabi Ibrahim yang dikarunia Keturunan juga para Nabi.

·         Qs. Al-Qosos : 29
Bunyi Ayat
Tarjamah
يوْمَ يُكْشَفُ عَن سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ
“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa,”

a.      Jenis Metafora
Pada ayat diatas terdapat kata سَاقٍ memiliki arti betis atau jika dalam kondisi lain dapat bermakna pelayan.[22] Hal ini lazim dikatakan oleh umumnya orang, namun betis maklumnya dimengerti sebagai tulang betis pada kaki manusia. Namun yang dimaksud betis disini adalah hari kiamat atau hari akhir. Dan ”Penyingkapan Hari Betis” merupakan ungkapan yang sudah biasa dipakai dalam bahasa Arab tentang penderitaan dan kesusahan, maka, ini adalah hari kiamat yang disingsingkan lengan baju dan disingkap betis dan penderitaan dan kesempitan yang amat sangat.[23] Oleh karena itulah hari betis ini menjadi kinayah dari makna yang dimaksud yakni hari kiamat.

b.      Alasan Kewacanaan penggunaan Ayat Metaforis
Imam Ibnu Katsier menjelaskan secara gamblang tentang gambaran hari kiamat yang dimaksud dalam kitab tafsirnya “Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa” yakni pada hari kiamat, dengan berbagai peristiwa yang terjadi disana, berupa hal-hal menakutkan, goncangan, cobaan, ujian dan berbagai macam peristiwa besar lainnya.[24] Sehingga pengertian hari betis menurut orang Arab berupa penderitaan ialah berupa balasan yang menakutkan bagi mereka yang bertindak munkar. Pengertian tentang hari betis ini pernah juga disampaikan oleh Rasulullah dalam hadisnya
يَكْشِف عَنْ سَاقِهِ ، فَيَسْجُد لَهُ كُلّ مُؤْمِن وَيَبْقَى مَنْ كَانَ يَسْجُد رِيَاءً وَسُمْعَةً فَيَذْهَب كَيْمَا يَسْجُد فَيَصِير ظَهْرُهُ طَبَقًا وَاحِدًا
“Rabb kita akan menyingkapkan betis-Nya, sehingga setiap orang mukmin laki-laki maupun perempuan bersujud kepada-Nya dan orang-orang yang bersujud di dunia karena riya’ dan sum’ah akan tetap diam (tidak bersujud); kemudian mereka beranjak untuk bersujud, tetapi punggungnyakembali jadi satu”.[25] Penguatan mengenai hari betis ini juga dijelaskan oleh Rasul dalam kondisi yang berbeda. Yakni dalam hadis ini Rasul menggambarkan kondisi seseorang yang riya ketika didunia pada hari betis atau hari kiamat.

c.       Aspek estetika dalam Ayat Metaforis
Kelompok ayat dalam surat al-qosos ini Alloh [26] mencoba menggiring pembacanya kepada arah perbandingan antara orang Islam dengan orang kafir. Allah menyajikan perumpamaan-perumpamaan serta ancaman bagi mereka yang ingkar dengan janji mereka, munafik serta riya atau sum’ah. Diawali dengan sebuah pertanyaan seperti “Maka, apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?[27] Pemaparan ini menggiring pembacanya dan mempertanyakan kondisi baik kita yang mebaca serta kemudian akan dapat kita memposisikan berada dimakah kita. Apakah kita benar-benar dalam kondisi Islam atau kita masih melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah sebagaimana yang Allah sebutkan pada ayat-ayat selanjutnya.












Analisis صفوة التفاسير,
Qs. An-Naml : 63 (الاستعارة اللطيفة)

Bunyi Ayat
Tarjamah
أَمَّن يَهْدِيكُمْ فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَن يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْراً بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ أَإِلَهٌ مَّعَ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).


Qs. An-Naml : 66(الاستعارة)
Bunyi Ayat
Tarjamah
بَلِ ادَّارَكَ عِلْمُهُمْ فِي الْآخِرَةِ بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِّنْهَا بَلْ هُم مِّنْهَا عَمِونَ
Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana) malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta daripadanya

Qs. An-Naml 76   (الاستعارة البديعة)
Bunyi Ayat
Tarjamah
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَقُصُّ عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَكْثَرَ الَّذِي هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
Sesungguhnya Al Quraan ini menjelaskan kepada Bani lsrailebahagian besar dari (perkara-perkara) yang mereka berselisih tentangnya.




Qs. An-Naml : 80 (الاستعارة التمثيلية)
Bunyi Ayat
Tarjamah
إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلَا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاء إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.

Qs. An-Naml : 88(التشبيه البليغ)
Bunyi Ayat
Tarjamah
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Qs. Al-Qhasas : 10 (الاستعارة)
Bunyi Ayat
Tarjamah
وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغاً إِن كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلَا أَن رَّبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa . Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).



Qs. Al-Qhasas : 31(تشبيه المرسل المجمل)
Bunyi Ayat
Tarjamah
وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِراً وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ الْآمِنِينَ
dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): "Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman.


Qs. Al-Qhasas : 32 (الكناية)
Bunyi Ayat
Tarjamah
اسْلُكْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاء مِنْ غَيْرِ سُوءٍ وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِن رَّبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ
وَمَلَئِهِ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْماً فَاسِقِينَ
Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu , niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mubila ketakutan , maka yang demikian itu adalah dua mu'jizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir'aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik".






Qs. Al-Qhasas : 35  (المجاز مرسل)
Bunyi Ayat
Tarjamah
قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجْعَلُ لَكُمَا سُلْطَاناً فَلَا يَصِلُونَ إِلَيْكُمَا بِآيَاتِنَا أَنتُمَا وَمَنِ اتَّبَعَكُمَا الْغَالِبُونَ
Allah berfirman: "Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu. (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mu'jizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang.
Qs. Al-Qhasas : 43(تشبيه البليغ)
Bunyi Ayat
Tarjamah
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِن بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الْأُولَى بَصَائِرَ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لَّعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat.


Qs. Al-Qhasas : 45(المجازالعقلي)
Bunyi Ayat
Tarjamah
وَلَكِنَّا أَنشَأْنَا قُرُوناً فَتَطَاوَلَ عَلَيْهِمُ الْعُمُرُ وَمَا كُنتَ ثَاوِياً فِي أَهْلِ مَدْيَنَ تَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَلَكِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ
Tetapi Kami telah mengadakan beberapa generasi, dan berlalulah atas mereka masa yang panjang, dan tiadalah kamu tinggal bersama-sama penduduk Mad-yan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka, tetapi Kami telah mengutus rasul-rasul.



Qs. Al-Qhasas : 47(المجاز المرسل)
Bunyi Ayat
Tarjamah
وَلَوْلَا أَن تُصِيبَهُم مُّصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَيَقُولُوا رَبَّنَا لَوْلَا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولاً فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau dan jadilah kami termasuk orang-orang mu'min".


Qs. Al-Qhasas : 57(المجاز العقلي)
Bunyi Ayat
Tarjamah
وَقَالُوا إِن نَّتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّن لَّهُمْ حَرَماً آمِناً يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقاً مِن لَّدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami". Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.





Qs. Al-Qhasas : 63(تشبيه المرسل)
Bunyi Ayat
Tarjamah
قَالَ الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ رَبَّنَا هَؤُلَاء الَّذِينَ أَغْوَيْنَا أَغْوَيْنَاهُمْ كَمَا غَوَيْنَا تَبَرَّأْنَا إِلَيْكَ مَا كَانُوا إِيَّانَا يَعْبُدُونَ
Berkatalah orang-orang yang telah tetap hukuman atas mereka ; "Ya Tuhan kami, mereka inilah orang-orang yang kami sesatkan itu; kami telah menyesatkan mereka sebagaimana kami (sendiri) sesat , kami menyatakan berlepas diri (dari mereka) kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah kami".

Qs. Al-Qhasas : 66(الاستعارة التصريحية التبعية)
Bunyi Ayat
Tarjamah
فَعَمِيَتْ عَلَيْهِمُ الْأَنبَاء يَوْمَئِذٍ فَهُمْ لَا يَتَسَاءلُونَ
Maka gelaplah bagi mereka segala macam alasan pada hari itu, karena itu mereka tidak saling tanya menanya.


Qs. Al-Ankabut: 41(التسبيه التمثيلمي)
Bunyi Ayat
Tarjamah
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاء كَمَثَلِ الْعَنكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتاً وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.



Qs. Al-Ankabut: 64(تسبيه البليغ)
Bunyi Ayat
Tarjamah
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.



Qs. Al-Ankabut:  67(المجاز العقلي)[28]
Bunyi Ayat
Tarjamah
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَماً آمِناً وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ
Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?









C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Kajian ayat – ayat Tasybih, Majaz, dan Kinayah dalam al-Quran menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, ayat-ayat Tasybih, Majaz, dan Kinayah dalam al-Quran menurut pandangan para mufassir jumlahnya sangat beragam. Keragaman penentuan jumlah tersebut karena konsep dan definisi yang dijadikan acuan oleh mereka juga beragam. Keragaman definisi yang mereka gunakan tersebut terkait dengan perkembangan konsep ilmu balaghoh. Konsep ini mengalamai fase perkembangan, mulai dari makna dhomir,irdaf majaz, badal, ghairu sorih, sampai kepada makna terminologi sekarang ini. Kedua Penafsiran ayat-ayat mengalami ikhtilaf (perbedaan) di kalangan para mufassir terutama pada ayat-ayat yang bertemakan hukum

1.      Diantaranya memiliki beberapa sebab:
a. Peringatan akan keagungan kekuasaan Allah swt
b. Kecerdasan yang berbicara
c. Meninggalkan suatu lafadz kepada lafadz yang lebih indah darinya.
d.  Membaguskan suatu lafadz
f. Bermaksud untuk menceritakan kepandaian atau kemahiran

2.      Saran
Penulis hanya bisa berbagi sedikit atas apa yang telah diusahakan. Tulisan sederhana ini sengaja saya tulis untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester terutama agar tetap semangat dalam mempelajari dan mengkaji ilmu tentang Balaghoh. Dan juga ada sebagian ayat-ayat yang belum saya selesaikan, yang hanya saya sertakan penukilan kriteria Majaz, Tasybih dan Kinayah dari sofwatu tafaasir karena berhubung banyak kegiatan organisasi ortom yang akhir-akhir ini diagendakan.
Penulis pun adalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan khilaf. Namun, semoga kekurangan ini bisa menjadikan diri semakin teliti lagi dalam menganalisis tiap ayat-ayat Alquran yang mengandung Tasybih, Majaz dan Kinayah dalam penugasan ini.

“Fastabikhul khoiroots”

  Daftar Pustaka
Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah, terj. Mujiyo Nur Kholis dkk. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994)
  
Ibnu Katsier, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Terj Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, (Surabaya:PT Bina Ilmu, 1990)

Tafsir Karim ar-Rahman fi Tafsiri Kalami al-Mannan, Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di tahqiq Abdurrahman bin Mu’alla al-Luwaihiq, Dar as-salam Cet. I Th.1422H/2001M. Jilid 2.

M. Quraish Shihab, Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007)

Muhammad Ali Ash-Shobuni, Shafwatu al-Tafasir (Beirut: Pustaka Al-Kautsar, 2001),

Attabik Ali dan A Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996)

 Agus Tricahyo, Metafora dalam Al-Qur’an, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press,2009)

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terj As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004)

Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, terj M. Abdul Goffar, Jilid 8 (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,2004)
Attabik Ali dan A Zuhdi Muhdlor

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terj As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004)

صفوة التفاسير, محمّد علي الصّابونى (بيروت: دارالقران الكريم): ١٩۸١




[1] Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah, terj. Mujiyo Nur Kholis dkk. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), 6.
[2] . Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah, terj. Mujiyo Nur Kholis dkk. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hal 20
[3] Ibnu Katsier, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Terj Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, (Surabaya:PT Bina Ilmu, 1990), 28
[4] Tafsir Karim ar-Rahman fi Tafsiri Kalami al-Mannan, Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di tahqiq Abdurrahman bin Mu’alla al-Luwaihiq, Dar as-salam Cet. I Th.1422H/2001M. Jilid 2. Hal.132
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), 273
[6] Muhammad Ali Ash-Shobuni, Shafwatu al-Tafasir (Beirut: Pustaka Al-Kautsar, 2001), 420
[7] Ibid, 418
[8] Attabik Ali dan A Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996),956
[9] Lihat, Agus Tricahyo, Metafora dalam Al-Qur’an, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press,2009),14
[10] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terj As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004),363
[11] Ibnu Katsier, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Terj Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, (Surabaya:PT Bina Ilmu, 1990), 531
[12] Lihat, Agus Tricahyo, 14
[13] Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, terj M. Abdul Goffar, Jilid 8 (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,2004),538
[14] Attabik Ali dan A Zuhdi Muhdlor, 1206
[15] Ibid
[16] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terj As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004),97
[17] Ahmad Warson Munawwir, Kamus, 1334
[18] M. Quraish Shihab, Op,Cit, 355
[19] Agus Tricahyo, Op.Cit 57-58
[20] Ibnu Katsier, Op.Cit 399
[21] M. Quraish Shihab, Op,Cit, 355
[22] Lihat Attabik Ali dan A Zuhdi Muhdlor, Op,Cit,1037
[23] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an XI, terj As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004),398
[24] Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, terj M. Abdul Goffar, Jilid 8 (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,2004),261
[25] Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, terj M. Abdul Goffar, Jilid 8 Op,Cit,262
[26] Lihat Terjemahan Al-Qur’an Al-Karim
[27] Al-Quran surat Al-Qalam ayat 35
[28]صفوة التفاسير, محمّد علي الصّابونى (بيروت: دارالقران الكريم: ١٩۸١ )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar