Nama
|
Muhaifin Agus Sulthoni
|
Kelas
|
TA.B
|
NIM
|
210513041
|
No. HP
|
085785611848
|
Tanggal
|
3 Januari 2016
|
METAFORA DALAM AL-QUR’AN
(Studi Analisis Tasybih,
Majaz, Kinayah dalam Juz 20)
A. URGENSI PEMAHAMAN
BALAGHAH UNTUK MEMAHAMI ALQUR’AN
Secara ilmiah, balaghah
merupakan suatu disiplin ilmu yang berlandaskan pada kejernihan jiwa dan
ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar di antara
macam-macam uslub (ungkapan). Kebiasaan mengkaji balaghah merupakan modal pokok
dalam membentuk tabiat kesastraan dan menggiatkan kembali beberapa bakat yang
terpendam.[1]
Salah satunya mengenai
kinayah. Kinayah merupakan aspek
kajian yang masuk dalam beberapa displin ilmu, seperti fiqh, dan ilmu
balaghoh. Kinayah juga merupakan dalam ilmu Balaghoh, khususnya ilmu Bayan.
Kinayah merupakan istilah yang terkait dengan perubahan makna. Kinayah
terkait dengan pergeseran suatu kata dari makna haqiqi(denotatif)
kepada makna majazi (konotatif).
Kata Kinayah (كناية) merupakan bentuk mashdar dari
kata kerja كنى – يكنى – كناية . Secara etimologi, dalam
kamus Lisanul 'Arob dijelaskan arti dari Kinayah sebagai
berikut والكناية
أَن تتكلم بشيء وتريد غيره . Kinayah adalah apabila engkau mengatakan sesuatu hal namun yang kau
maksud adalah makna yang berbeda dengan ungkapan tersebut.2 Adapun menurut Ahmad Al-Hasyimi dalam Jawahirul Balaghoh,
kianayah menurut bahasa adalah ما يتكلم به الانسان ويريد به غيره ( suatu perkataan yang
diucapkan oleh seseorang, akan tetapi
maksudnya berbeda dengan teks yang diucapkannya ). Dalam ungkapan
bahasa Arab biasa diucapkan كنيت بكذا"" ketika bermaksud meninggalkan ungkapan yang sharih / jelas
dari ucapan tersebut.[2]
B. DATA JUZ 20 YANG MENGANDUNG UNSUR TASYBIH, MAJAZ, DAN KINAYAH
·
Qs. Ash-Shu`ara 216
Bunyi ayat
|
Tarjamah
|
وَأَذِّن
فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ
مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
|
“Dan berserulah kepada manusia
untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang
jauh”
|
a.
Jenis Metaforis
Ayat diatas
terdapat kata ضَامِرٍ yang artinya unta kurus. Pada potongan
ayat ini terdapat isti’arah mujarrodah yang mana makna unta yang kurus tidak
diartikan sebagaimana maksud aslinya, namun unta yang kurus dimaknai sebagai
orang jauh dan sukarnya perjalanan yang harus ditempuh oleh jamaah haji. Maka
musyabah daripada unta yang kurus yakni makna diatas, kemudian keterangan
tambahan untuk musyabahnya ialah dengan keterangan selanjutnya “yang datang
dari segenap penjuru jauh”ini menambah keterangan atas orang yang berangkat
haji dengan menggunakan unta yang kurus untuk menempuh perjalanan yang sangat
jauh
b.
Alasan Kewacanaan Penggunaan Ayat Metaforis
“dan berserulah
kepada manusia untuk mengerjakan haji” yaitu yang menyeru manusia untuk berhaji serta mengajak
mereka untuk haji kerumah yang telah kami perintahkan untuk membangunnya.[3]
Ayat diatas menjelaskan kepada kita tentang perintah untuk menyeru kepada
seluruh manusia untuk menjalankan salah satu rukun iman yakni ibadah Haji.
“niscaya mereka
akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang
datang dari segenap penjuru yang jauh” mengandung janji Allah SWT kepada Nabi Ibrahim as bahwa segenap
manusia dari segala penjuru dunia akan datang berhaji menuju Baitullah, mereka
berjalan kaki ataupun berkendaraan.[4]
Adapun firmannya يَأْتُوكَ (mendatangimu), walaupun kenyataanya
mereka mendatangi kakbah, akan tetapi karena diperintah untuk menyerukan adalah
Ibrahim as, maka seolah-olah orang yang mendatangi kakbah untuk melakukan
ibadah Hajji telah mendatangi Nabi Ibrahim as, karena ia telah menyambut
seruannya tersebut. Ayat ini juga mengandung unsur pemuliaan terhadap Nabi
Ibrahim as.
c.
Aspek estetika dalam ayat Metaforis
Kata ضَامِرٍ yang artinya unta yang
kurus hanya disebutkan satu kali dalam al-Qur’an yakni pada ayat ini saja. Kata
ضَامِرٍ masuk dalam jenis kata benda pelaku aktif
dari suatu perbuatan, yang dicirikan dengan adanya tambahan alif panjang
dihuruf pertama. Dalam tata bahasa arab, kata benda pelaku aktif ini sering
disebut dengan isim maf’ul. Selain itu penjelasan tentang kondisi perjalanan
jamaah haji dapat dilihat adanya tingkatan. Yakni pertama dengan berjalan kaki
kemudian mengendarai kendaraan yang dalam ayat diatas disebutkan untu. Imam
Malik dan Iman Syafi’i berpendapat bahwa: pergi menunaikan ibadah Haji dengan
menggunakan kendaraan melalui perjalanan darat itu lebih baik dan lebih besar
pahalanya, karena cara yang demikian itu mengikuti perbuatan Rasulullah. Dengan
cara yang demikian diperlukan perbelanjaan yang banyak, menempuh perjalanan
yang sukar serta menambah syiar ibdaha hajji, terutama di waktu melalui
negara-negara yang ditempuh selama dalam perjalanan. Sebagian ulama berpendapat
bahwa berjalan kaki lebih utama dari berkendaraan, karena berjalan kaki lebih
banyak ditemui kesulitan-kesulitan daripada dengan berkendaraan. Inilah
keidnahan dalam ayat ini yang kemudian muncul beberapa tafsiran yang berbeda
menurut pandangan ulama.
·
An-Naml QS 48 (المجاز التمثيل)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ
يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّواْ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاء مِنْ
أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ
الآيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
|
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar
kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan
bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari
mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar
lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya.
|
1. Jenis Metafora
Qs. An-Naml ayat 48 adalah salah satu ayat yang berisi Allah melarang
menjadikan musuh – musuh agama sebagai kekasih. Allah memperingatkan bahwa
orang yang mengambil musuh agama kekasih, maka ia akan mendapatkan kemudharatan
di dunia dan diakhirat. [5]
Dalam struktur tersebut disebutkan kata “’addhu ‘alaikumul anaamila”,
Ibnu Hayyan berkata: orang yang marah dan kesal dengan diungkapkan dengan orang
yang menggigit jari-jarinya. Bisa jadi kenyataannya demikian, dan bisa jadi
pula itu adalah majaz Tamsili , untuk mengungkapkan kebencian dan
kekesalan yang luar biasa jika mereka tidak bisa menyakiti orang beriman. [6]
2. Alasan Kewacanaan Penggunaan Ayat Metaforis
Allah menjelaskan kebencian mereka terhadap orang – orang mukmin,
firmanNya: “Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak
menyukai kamu,” maksudnya, beginilah kalian, wahai orang-orang yang
beriman. Kalian keliru karena telah mengambil mereka sebagai wali-wali
(kekasih-kekasih). Kalian mencintai mereka, padahal mereka tidak mencintai
kalian. Kalian memberikan manfaat kepada mereka, memberikan rasa cinta kepada
mereka, padahal mereka ingin agar kalian celaka. Namun hal itu mereka
sembunyikan dari kalian.
“Dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya,” dan kalian beriman kepada kitab – kitab yang
diturunkan semuanya. Kendati demikian mereka benci kepada kalian. Maka apa
gunanya kecintaan kalian terhadap mereka, sedangkan mereka tidak beriman
sedikitpun kepada kitab kalian.
“apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “kami beriman”, ini diantara kelicikan mereka, yaitu
menampakkan keimanan penuh kemunafikan. “dan apabila mereka menyendiri,
mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu,”
jika kalian tidak ada ditempat-tempat berkumpulnya mereka, maka mereka
menggigit ujung jari mereka sebagai amarah yang nyata, karena mereka melihat
kesolidan dari kalian. Ini adalah kinayah (metonimi) dari
kebencian mereka yang luar biasa, karena mereka kehilangan kesempatan menyakiti
orang mukmin.
“katakanlah (kepada mereka ) : matilah kamu karena kemarahanmu itu” ini adalah harapan untuk mereka, bermakna :
katakanlah wahai Muhammad kepada mereka, “ semoga Allah membuat kekal kemarahan
hingga ajalmu tiba”. “ sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati,” sesungguhnya
Allah mengetahui rahasia – rahasia yang kalian sembunyikan, yaitu kemarahan
dengki kepada orang-orang mukmin. [7]
3. Aspek Estetika dalam Ayat Metaforis
Jangan sampai kita sebagai orang mukmin salah dalam memilih kekasih. Dan
salah dalam memilih Syekh dalam bimbingan keagamaan. Karena orang yang
menganggap dirinya hebat ingin dijadikan seorang wali, sesungguhnya mereka
adalah orang yang ingin menghancurkan orang – orang mukmin.
·
Qs.
An-Naml : 34
Bunyi
ayat
|
Tarjamah
|
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ
ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ
بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا
وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
|
“Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan
Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di
dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan
buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan
gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.”
|
a.
Jenis Metafora
Ayat ini adalah salah satu ayat yang berisi tentang perumpamaan
orang yang berinfak dijalan Allah dengan mengharap keridhaannya. Perumpamaan ini disampaikan dalam bentuk kias
dalam struktur.
وَمَثَلُ
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا
مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena
mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun
yang terletak di dataran tinggi
Dalam struktur
tersebut disebutkan kata “rabwah”. Hal ini jelas tidak mengacu pada
makna langsung yaitu gunung kecil atau bukit[8].
Karena manusia adalah makhluk hidup, bukan benda mati seperti bukit. Ayat
termasuk dalam golongan ayat tasybih karena telah memenuhi keempat syarat
tasybih, yakni terdapat musyabbah, musyabbah bih, wajhu syabah serta adat
tasybih. Lafal الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ adalah musyabah atau yang diserupakan atau
disamakan; lafal رَبْوَةٍ adalah musyabah bih artinya yang
menyerupai; lafal أَصَابَهَا
وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ adalah wajhu syabah artinya aspek
penyerupaan; lafal كَمَثَلِ adalah adat tasybih atau perabot untuk
menyerupakan.[9]
b. Alasan Kewacanaan Penggunaan Ayat Metaforis
Ayat ini
membicarakan tentang topik perumpamaan orang-orang yang berinfak dijalan Allah.
Dalam penjelasan diatas juga telah dijelaskan posisi rukun-rukun tasybih, namun
terdapat pengkhususan dalam musyabahnya. Menurut yang diperumpamakan bukanlah orang yang
berinfak semata melainkan hati yang beriman yang dimiliki oleh orang yang
berinfak. Apabila hati yang keras dan dibungkus degan riya diumpamakan dengan
batu yang keras dan mengkilap yang ditutupi sejumput tanah, maka hati yang
beriman diumpamakan dengan kebun yang subur dengan tanahnya yang dalam, yang
merupakan kebalikan dari tanah yang sedikit yang terletak diatas batu yang
keras dan licin.[10]
Di sini
al-Qur'ân menggunakan kata "rabwah" yang dalam bahasa Arab berarti
'tanah subur yang berada di dataran tinggi'. Dalam penemuan ilmiah modern
dataran tinggi atau gunung kecil selalu memiliki lahan yang subur dan mudah
untuk dapat ditanami berbagai macam tumbuhan yang dapat hidup. Tanah yang
begitu produktif sehingga dapat memberikan banyak manfaat bagi manusia
khususnya. Jika kembali menengok akhir ayat diatas dijelaskan jika hujan lebat
mendera maka hasilnya begitu melimpah ruah, dan sekalipun hujan lebat tak
datang tetap saja tanah itu memberikan manfaat yang banyak. Dengan hujan lebat
itu, kebun tersebut tidak akan pernah kering dan gersang, karena meskipun kebun
itu tidak mendapatkan curahan hujan lebat, ia mendapatkan percikan gerimis, dan
air gerimis itu pun sudah cukup memadai.[11]
c.
Aspek estetika dalam ayat Metaforis
Ayat diatas sangat menunjang perkembangan keilmuan dimasa setelah
ayat ini diturunkan. Jika melihat bagaimana kondisi geografis di mana ayat ini
diturunkan mungkin tidak banyak orang yang mengetahui bagaimana gambarang bukit
atau dataran tinggi yang digambarkan dalam Al-Qur’an. Berbeda dengan kondisi
geografis di Indonesia yag begitu kaya akan gunung-gunug dan begitu suburnya
tumbuh-tumbuhan didalamnya sehingga perumpamaan daripada ayat diatas memberikan
dorongan untuk menggali lebih dalam unsur yang ada di gunung. inilah sedikit
gambaran bahwa Al-Qur’an diperuntukkan bagi seluruh manusia di dunia dan
sebagai pedoman hidup manusia selamanya.
·
Qs. Ibrohim : 24
Bunyi ayat
|
Tarjamah
|
ألَمْ
تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ
أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
|
“Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
|
a.
Jenis Metafora
Pada surat
Ibrahim ayat 24 terdapat potongan ayat tasybih yakni tasybih ma’qul dan ma’qul
pada lafal كَلِمَةً
طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ hal ini dapat diketahui dengan memilahnya
pada rukun-rukun tasybih yakni: terdapat musyabbah, musyabbah bih, wajhu
syabah serta adat tasybih. Lafal كَلِمَةً طَيِّبَةً adalah musyabah atau
yang diserupakan atau disamakan; lafalشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ adalah musyabah bih artinya yang menyerupai;
lafal أَصْلُهَا
ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ adalah wajhu syabah
artinya aspek penyerupaan; lafal كَ adalah adat tasybih atau
perabot untuk menyerupakan.[12]
Pada lafal كَلِمَةً طَيِّبَةً jika dilihat dari sisi
ada tidaknya penjelasannya maka tergolong pada isti’arah muthlaqah karena tidak
adanya penjelasan sama sekali pada musyabahnya. Lafal كَلِمَةً طَيِّبَةً dipinjam untuk
menggantikan kalimat syahadat. Sebagaimana menurut Ali Bin Abi Thalib dalam
Tafsir Ibnu Katsir[13]
bahwa مَثَلًا
كَلِمَةً طَيِّبَةً “perumpamaan kalimat
yang baik” ia mengatakan “yaitu kalimat syahadat Laa ilaaha illallah”.
b.
Alasan Kewacanaan Penggunaan Ayat Metaforis
Surat Ibrahim
ayat 24 disajikan dengan awalan berbentuk pertanyaan. Yang mana ini menuntut
pengetahuan atau perhatian ummat dalam mencermati segala perumpamaan
perumpamaan yang telah dibuat oleh Allah. Terdapat potongan ayat ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا, potongan ini tidak
dapat diartikan kata perkata, karena akan memiliki arti yang berbeda. Namun
menurut Attabik Ali[14]
dalam dalam kamusnya bahwa potongan ayat diatas bermakna “Allah telah membuat
perumpamaan”.
Kemudian
mengenai pohon yang dimaksud dalam ayat ini dijelaskan dalam sebuah hadis dalam
tafsir Ibnu Katsir[15]
yang menceritakan bahwa Rasulullah pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya
tentang pohon yang menyerupai muslim yang daunnya tidak berjatuhan pada musin
panas dan musin dingin dan memberikan buah setiap saat atas izin Rabb-Nya.
Tetapi semuanya diam dan hanya ibnu Umar yang terdetik dalam hatinya bahwa itu
adalah pohon kurma.
Hal ini semakin
jelas bahwa seorang muslim yang meneguhkan kalimat syahadat dalam hatinya demi
keimanan yang teguh diperumpamakan bagaikan pohon kurma yang tetap teguh (tidak
gugur pun daunnya pada setiap musim dan dapat memberikan buah (manfaat) setiap
saat selama Tuhannya mengkehendaki.
c.
Aspek estetika dalam ayat Metaforis
Kelompok ayat ini berikatan dari ayat 24 hingga ayat 26 yang
disajikan dengan awalan kalimat tanya kemudian terdapat penegasan-penegasan
Allah banyak memberikan perumpamaan kepada kita agar kita mudah untuk mengingat
hal-hal penting yang diperintahkan Allah. Kelompok ayat ini menampakkan
keindahannya degan kehalusan bahasa yang digunakan dengan memperumpamakan
kalimat syahadat dengan kalimat yang baik sedangkan pada ayat 26[16]
kalimat yang buruk adalah perumpamaan daripada orang-orang kafir yang bagaikan
pohon yang buruk yang telah dicabut akarnya dan tidak dapat berdiri tegak,
tidak memiliki pendirian yang kukuh.
·
Qs. An- Naml : 41
Bunyi ayat
|
Tarjamah
|
وَوَهَبْنَا
لَهُم مِّن رَّحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا
|
“Dan Kami
anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah
tutur yang baik lagi tinggi.”
|
a.
Jenis Metafora
Pada ayat
diatas terdapat kata لِسَانَ yang memiliki arti lidah, perkataan atau
bahasa.[17]
Sedangkan dalam pengertian yang lain kata tersebut bermakna buah tutur
sebagaimana terjemahan diatas. Buah tutur merupakan suatu frasa yang dapat
difahami dengan makna lain yakni bahan pembicaraan atau sesuatu yang nikmat
diperbincangkan. Namun kata ini menuntuk kelaziman penggunanannya memiliki
maksud yang berbeda. Maksud dari kata لِسَانَ yang bermakna buah tutur
itu menurut Qurais Shihab yakni kenangan abadi yang baik lagi tinggi sehingga
semua pihak hormat dan mengagungkan beliau dan anak cucunya.[18]
Inilah yang menjadi dasar bahwa ayat diatas termasuk dalam kategori kinayah
yang mana kinayah adalah لفظ يتكلم به لإنسان ويريد غيره artinya lafal yang biasa digunakan orang berbicara dan
mempunyai maksud yang lain.[19]
Buah tutur sebagai kata yang lazim digunakan berbicara sedangkan maksudnya
ialah kenangan daripada Nabi Ibrahim
b.
Alasan Kewacanaan penggunaan Ayat Metaforis
Kelompok
ayat ini ialah yang lagi-lagi berbentuk
narasi cerita tentang Nabi Ibrahim mengenai Anugerah yang diberikan oleh Allah
berupa keturunannya yang diangkat Nabi oleh Allah SWT. Ialah Ishaq putra
Ibrahim serta Ya’qub putera Ishaq atau cucu daripada Ibrahim. Sehingga
pantaslah Nabi Ibrahim diberi julukan sebagai bapaknya para Nabi (Abbul
Anbiya’). Dan dengan hadirnya mereka berdua ialah sebagai rahmat Allah yang
dengan garis keturunan itu menjadi buah tutu yang baik lagi tinggi. Ali bin Abi
Thalhah berkata dari Ibnu Abbas: “Yaitu pujian yang baik”.[20]
Mereka berdua merupakan hal yang patut dipuji karena begitu hebatnya Nabi
Ibrahim membina keluarganya hingga kedua keturunannya itu dipercaya Allah untuk
diangkat sebagai Nabi.
Ibrahim
as adalah tokoh istimewa yang dihormati oleh semua pemeluk agama. Beliau
memperoleh anugerah Allah mencakup anugerah duniawi dan ukhrawi, antara lain
kenabian dan bimbingan keagamaan, keturunan yang saleh serta nama baik
sepanjang masa.[21]
Sehingga sangatlah pantas segala anugerah yang diberikan kepada Nabi Ibrahim
dijadikan Oleh Allah SWT sebagai buah tutur atau kenangan yang dapat diambil
Ibrohnya bagi seluruh umat khususnya umat Islam.
c.
Aspek estetika dalam Ayat Metaforis
Ayat ini
merupakan salah satu bagian dari sekian ayat-ayat dalam surat maryam yang
semenjak dari awal selalu saja disajikan dengan menceritakan kisah-kisah kaum
terdahulu kondisi Nabi terdahulu. Sehingga jika membaca surat ini dari awal
sejak akhir seakan-akan mengulang lagi kisah-kisah yang dapat kita petik banyak
sekali manfaat serat teladan. Beberapa yang dikisahkan dalam surat ini
diantaranya ialah kisah tentang Nabi Zakaria, kisah Maryam dengan kelahiran
Nabi Isa hingga Nabi Ibrahim yang dikarunia Keturunan juga para Nabi.
·
Qs. Al-Qosos : 29
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
يوْمَ
يُكْشَفُ عَن سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ
|
“Pada hari betis
disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa,”
|
a.
Jenis Metafora
Pada
ayat diatas terdapat kata سَاقٍ memiliki arti betis
atau jika dalam kondisi lain dapat bermakna pelayan.[22]
Hal ini lazim dikatakan oleh umumnya orang, namun betis maklumnya dimengerti
sebagai tulang betis pada kaki manusia. Namun yang dimaksud betis disini adalah
hari kiamat atau hari akhir. Dan ”Penyingkapan Hari Betis” merupakan
ungkapan yang sudah biasa dipakai dalam bahasa Arab tentang penderitaan dan
kesusahan, maka, ini adalah hari kiamat yang disingsingkan lengan baju dan
disingkap betis dan penderitaan dan kesempitan yang amat sangat.[23]
Oleh karena itulah hari betis ini menjadi kinayah dari makna yang dimaksud
yakni hari kiamat.
b.
Alasan Kewacanaan penggunaan Ayat Metaforis
Imam
Ibnu Katsier menjelaskan secara gamblang tentang gambaran hari kiamat yang
dimaksud dalam kitab tafsirnya “Pada hari betis disingkapkan dan mereka
dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa” yakni pada hari kiamat,
dengan berbagai peristiwa yang terjadi disana, berupa hal-hal menakutkan,
goncangan, cobaan, ujian dan berbagai macam peristiwa besar lainnya.[24]
Sehingga pengertian hari betis menurut orang Arab berupa penderitaan ialah
berupa balasan yang menakutkan bagi mereka yang bertindak munkar. Pengertian
tentang hari betis ini pernah juga disampaikan oleh Rasulullah dalam hadisnya
يَكْشِف عَنْ سَاقِهِ ،
فَيَسْجُد لَهُ كُلّ مُؤْمِن وَيَبْقَى مَنْ كَانَ يَسْجُد رِيَاءً وَسُمْعَةً
فَيَذْهَب كَيْمَا يَسْجُد فَيَصِير ظَهْرُهُ طَبَقًا وَاحِدًا
“Rabb
kita akan menyingkapkan betis-Nya, sehingga setiap orang mukmin laki-laki
maupun perempuan bersujud kepada-Nya dan orang-orang yang bersujud di dunia
karena riya’ dan sum’ah akan tetap diam (tidak bersujud); kemudian mereka
beranjak untuk bersujud, tetapi punggungnyakembali jadi satu”.[25]
Penguatan mengenai hari betis ini juga dijelaskan oleh Rasul dalam kondisi yang
berbeda. Yakni dalam hadis ini Rasul menggambarkan kondisi seseorang yang riya
ketika didunia pada hari betis atau hari kiamat.
c.
Aspek estetika dalam Ayat Metaforis
Kelompok
ayat dalam surat al-qosos ini Alloh [26]
mencoba menggiring pembacanya kepada arah perbandingan antara orang Islam
dengan orang kafir. Allah menyajikan perumpamaan-perumpamaan serta ancaman bagi
mereka yang ingkar dengan janji mereka, munafik serta riya atau sum’ah. Diawali
dengan sebuah pertanyaan seperti “Maka, apakah patut Kami menjadikan
orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?[27]
Pemaparan ini menggiring pembacanya dan mempertanyakan kondisi baik kita
yang mebaca serta kemudian akan dapat kita memposisikan berada dimakah kita.
Apakah kita benar-benar dalam kondisi Islam atau kita masih melakukan hal-hal
yang dilarang oleh Allah sebagaimana yang Allah sebutkan pada ayat-ayat
selanjutnya.
Analisis صفوة
التفاسير,
Qs. An-Naml : 63 (الاستعارة اللطيفة)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
أَمَّن
يَهْدِيكُمْ فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَن يُرْسِلُ الرِّيَاحَ
بُشْراً بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ أَإِلَهٌ
مَّعَ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
|
Atau siapakah
yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa (pula)kah
yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum
(kedatangan) rahmat-Nya ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang
lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).
|
Qs. An-Naml : 66(الاستعارة)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
بَلِ
ادَّارَكَ عِلْمُهُمْ فِي الْآخِرَةِ بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِّنْهَا بَلْ هُم مِّنْهَا عَمِونَ
|
Sebenarnya
pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana) malahan mereka
ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi
mereka buta daripadanya
|
Qs. An-Naml 76 (الاستعارة البديعة)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
إِنَّ
هَذَا الْقُرْآنَ يَقُصُّ عَلَى
بَنِي إِسْرَائِيلَ أَكْثَرَ الَّذِي هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
|
Sesungguhnya
Al Quraan ini menjelaskan kepada
Bani lsrailebahagian besar dari (perkara-perkara) yang mereka berselisih
tentangnya.
|
Qs. An-Naml : 80
(الاستعارة التمثيلية)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
إِنَّكَ
لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلَا تُسْمِعُ
الصُّمَّ الدُّعَاء إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ
|
Sesungguhnya
kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula)
menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah
berpaling membelakang.
|
Qs. An-Naml : 88(التشبيه البليغ)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
وَتَرَى
الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ
السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ
خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ
|
Dan kamu lihat
gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan
sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh
tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
|
Qs. Al-Qhasas : 10
(الاستعارة)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
وَأَصْبَحَ
فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغاً إِن كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلَا أَن رَّبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا لِتَكُونَ
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
|
Dan menjadi
kosonglah hati ibu Musa . Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia
tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya,
supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).
|
Qs. Al-Qhasas : 31(تشبيه المرسل المجمل)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
وَأَنْ
أَلْقِ عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا
جَانٌّ وَلَّى مُدْبِراً وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلَا
تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ الْآمِنِينَ
|
dan
lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya
bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke
belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): "Hai Musa datanglah
kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang
yang aman.
|
Qs. Al-Qhasas : 32
(الكناية)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
اسْلُكْ
يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاء مِنْ غَيْرِ سُوءٍ وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ
فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِن رَّبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ
وَمَلَئِهِ
إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْماً فَاسِقِينَ
|
Masukkanlah
tanganmu ke leher bajumu , niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan
karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke
dada)mubila ketakutan , maka yang demikian itu adalah dua mu'jizat
dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir'aun dan
pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
fasik".
|
Qs. Al-Qhasas : 35 (المجاز مرسل)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجْعَلُ لَكُمَا
سُلْطَاناً فَلَا يَصِلُونَ إِلَيْكُمَا بِآيَاتِنَا أَنتُمَا وَمَنِ
اتَّبَعَكُمَا الْغَالِبُونَ
|
Allah
berfirman: "Kami akan membantumu dengan
saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka
mereka tidak dapat mencapaimu. (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa
mu'jizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang.
|
Qs. Al-Qhasas : 43(تشبيه البليغ)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
وَلَقَدْ
آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِن بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الْأُولَى بَصَائِرَ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لَّعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ
|
Dan
sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami
binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk
menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar mereka
ingat.
|
Qs. Al-Qhasas : 45(المجازالعقلي)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
وَلَكِنَّا أَنشَأْنَا قُرُوناً فَتَطَاوَلَ عَلَيْهِمُ الْعُمُرُ
وَمَا كُنتَ ثَاوِياً فِي أَهْلِ مَدْيَنَ تَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا
وَلَكِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ
|
Tetapi Kami telah mengadakan beberapa generasi, dan berlalulah
atas mereka masa yang panjang, dan tiadalah kamu tinggal bersama-sama
penduduk Mad-yan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka, tetapi Kami
telah mengutus rasul-rasul.
|
Qs. Al-Qhasas : 47(المجاز المرسل)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
وَلَوْلَا
أَن تُصِيبَهُم مُّصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ
فَيَقُولُوا رَبَّنَا لَوْلَا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولاً فَنَتَّبِعَ
آيَاتِكَ وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
|
Dan agar
mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan
apa yang mereka kerjakan: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak
mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau dan
jadilah kami termasuk orang-orang mu'min".
|
Qs. Al-Qhasas : 57(المجاز العقلي)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
وَقَالُوا
إِن نَّتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّن
لَّهُمْ حَرَماً آمِناً يُجْبَى إِلَيْهِ
ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقاً مِن لَّدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا
يَعْلَمُونَ
|
Dan mereka
berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan
diusir dari negeri kami". Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan
mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang
didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan)
untuk menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.
|
Qs. Al-Qhasas : 63(تشبيه المرسل)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
قَالَ
الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ رَبَّنَا هَؤُلَاء الَّذِينَ أَغْوَيْنَا أَغْوَيْنَاهُمْ كَمَا غَوَيْنَا تَبَرَّأْنَا
إِلَيْكَ مَا كَانُوا إِيَّانَا يَعْبُدُونَ
|
Berkatalah
orang-orang yang telah tetap hukuman atas mereka ; "Ya Tuhan kami,
mereka inilah orang-orang yang kami sesatkan itu; kami
telah menyesatkan mereka sebagaimana kami (sendiri) sesat , kami menyatakan
berlepas diri (dari mereka) kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah
kami".
|
Qs. Al-Qhasas : 66(الاستعارة التصريحية التبعية)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
فَعَمِيَتْ
عَلَيْهِمُ الْأَنبَاء يَوْمَئِذٍ فَهُمْ
لَا يَتَسَاءلُونَ
|
Maka
gelaplah bagi mereka segala macam alasan pada hari itu, karena itu mereka tidak saling tanya menanya.
|
Qs. Al-Ankabut: 41(التسبيه التمثيلمي)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
مَثَلُ
الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاء كَمَثَلِ الْعَنكَبُوتِ
اتَّخَذَتْ بَيْتاً وَإِنَّ أَوْهَنَ
الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
|
Perumpamaan
orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti
laba-laba yang membuat rumah.
Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka
mengetahui.
|
Qs. Al-Ankabut: 64(تسبيه البليغ)
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
وَمَا
هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ
وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
|
Dan
tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau
mereka mengetahui.
|
Bunyi Ayat
|
Tarjamah
|
أَوَلَمْ
يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَماً آمِناً
وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ
وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ
|
Dan apakah
mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman,
sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata
kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat
Allah?
|
C. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kajian ayat – ayat Tasybih, Majaz, dan Kinayah dalam al-Quran menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, ayat-ayat Tasybih, Majaz, dan Kinayah dalam al-Quran menurut pandangan para mufassir jumlahnya sangat beragam. Keragaman
penentuan jumlah tersebut karena konsep dan definisi yang dijadikan acuan
oleh mereka juga beragam. Keragaman definisi yang mereka gunakan tersebut
terkait dengan perkembangan konsep ilmu balaghoh. Konsep ini
mengalamai fase perkembangan, mulai dari makna dhomir,irdaf majaz,
badal, ghairu sorih, sampai kepada makna terminologi sekarang
ini. Kedua Penafsiran ayat-ayat
mengalami ikhtilaf (perbedaan) di kalangan para mufassir terutama pada
ayat-ayat yang bertemakan hukum
1. Diantaranya memiliki
beberapa sebab:
a. Peringatan akan
keagungan kekuasaan Allah swt
b. Kecerdasan yang
berbicara
c. Meninggalkan suatu
lafadz kepada lafadz yang lebih indah darinya.
d. Membaguskan suatu lafadz
f. Bermaksud untuk
menceritakan kepandaian atau kemahiran
2.
Saran
Penulis hanya bisa berbagi sedikit
atas apa yang telah diusahakan. Tulisan sederhana ini sengaja saya tulis untuk memenuhi
tugas Ujian Akhir Semester terutama agar tetap
semangat dalam mempelajari dan mengkaji ilmu tentang
Balaghoh. Dan juga ada sebagian
ayat-ayat yang belum saya selesaikan, yang hanya saya sertakan penukilan
kriteria Majaz, Tasybih dan Kinayah dari sofwatu tafaasir karena
berhubung banyak kegiatan organisasi ortom yang akhir-akhir ini diagendakan.
Penulis pun adalah manusia biasa
yang tak luput dari salah dan khilaf. Namun, semoga kekurangan ini bisa
menjadikan diri semakin teliti lagi dalam menganalisis tiap ayat-ayat Alquran
yang mengandung Tasybih, Majaz dan Kinayah dalam penugasan ini.
“Fastabikhul khoiroots”
Daftar Pustaka
Ali
Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah, terj.
Mujiyo Nur Kholis dkk. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994)
Ibnu
Katsier, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Terj Salim Bahreisy dan
Said Bahreisy, (Surabaya:PT Bina Ilmu, 1990)
Tafsir
Karim ar-Rahman fi Tafsiri Kalami al-Mannan,
Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di tahqiq Abdurrahman bin Mu’alla al-Luwaihiq, Dar
as-salam Cet. I Th.1422H/2001M. Jilid 2.
M.
Quraish Shihab, Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung :
PT Mizan Pustaka, 2007)
Muhammad
Ali Ash-Shobuni, Shafwatu al-Tafasir (Beirut: Pustaka Al-Kautsar, 2001),
Attabik
Ali dan A Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 1996)
Agus Tricahyo, Metafora dalam Al-Qur’an, (Ponorogo:
STAIN Ponorogo Press,2009)
Sayyid
Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terj As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2004)
Ibnu
Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, terj M. Abdul Goffar, Jilid 8 (Bogor:
Pustaka Imam Syafi’i,2004)
Attabik Ali dan A Zuhdi Muhdlor
Sayyid
Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terj As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2004)
صفوة
التفاسير, محمّد علي الصّابونى (بيروت: دارالقران الكريم):
١٩۸١
[1] Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul
Wadhihah, terj. Mujiyo Nur Kholis dkk. (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
1994), 6.
[2] . Ali Al-Jarim
dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah, terj. Mujiyo Nur
Kholis dkk. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hal 20
[3] Ibnu Katsier, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Terj
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, (Surabaya:PT Bina Ilmu, 1990), 28
[4] Tafsir Karim ar-Rahman fi Tafsiri Kalami al-Mannan, Abdurrahman
bin Nashir as-Sa’di tahqiq Abdurrahman bin Mu’alla al-Luwaihiq, Dar as-salam
Cet. I Th.1422H/2001M. Jilid 2. Hal.132
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), 273
[6] Muhammad Ali Ash-Shobuni, Shafwatu al-Tafasir (Beirut:
Pustaka Al-Kautsar, 2001), 420
[7] Ibid, 418
[8] Attabik Ali dan A Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab
Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996),956
[9] Lihat, Agus Tricahyo, Metafora dalam Al-Qur’an, (Ponorogo:
STAIN Ponorogo Press,2009),14
[10] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terj As’ad Yasin
dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004),363
[11] Ibnu Katsier, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Terj
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, (Surabaya:PT Bina Ilmu, 1990), 531
[12] Lihat, Agus Tricahyo, 14
[13] Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, terj M. Abdul Goffar,
Jilid 8 (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,2004),538
[14] Attabik Ali dan A Zuhdi Muhdlor, 1206
[15] Ibid
[16] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terj As’ad Yasin
dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004),97
[17] Ahmad Warson Munawwir, Kamus, 1334
[18] M. Quraish Shihab, Op,Cit, 355
[19] Agus Tricahyo, Op.Cit 57-58
[20] Ibnu Katsier, Op.Cit 399
[21] M. Quraish Shihab, Op,Cit, 355
[22] Lihat Attabik Ali dan A Zuhdi Muhdlor, Op,Cit,1037
[23] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an XI, terj As’ad
Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004),398
[24] Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, terj M. Abdul Goffar,
Jilid 8 (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,2004),261
[25] Ibnu Katsier, Tafsir Ibnu Katsier, terj M. Abdul Goffar,
Jilid 8 Op,Cit,262
[26] Lihat Terjemahan Al-Qur’an Al-Karim
[27] Al-Quran surat Al-Qalam ayat 35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar